Kelas Inspirasi Depok, Greatest Moment of My Life

Ngajar? Enggak pernah terbesit dalam pikiran saya buat jadi guru, apalagi ngajar murid-murid SD yang lucunya kadang-kadang kebangetan. Tapi semuanya berbalik 180 derajat. Berawal dari rayuan salah satu temen ngetrip untuk ikut salah satu program Indonesia Mengajar yaitu Kelas Inspirasi (KI). Iseng-iseng daftar untuk jadi relawan pengajar sehari di Kelas Inspirasi Depok II dan ternyata saya kepilih dari sekitar 300-an relawan. Untuk panduan dikirimkan dari pihak KI lewat e-mail beserta nama-nama kelompoknya untuk dibahas tanggal 11 Oktober pas acara briefing awal.

Dari hasil brifing diberikan contoh video-video cara pengajaran dari kelas inspirasi sebelumnya. Awalnya emang sempet bingung “what should I do to made children understand about my job”. Yaahh, pola pengajaran yang nantinya diajarakan memang bukan tentang pelajaran dasar sesuai kurikulum yang ada, tapi bagaimana kita bisa menginspirasi murid-murid untuk menggapai cita-citanya melalui profesi-profesi yang para relawan jalankan.

Saya bergabung bersama kelompok 13. Terdiri dari 7 orang yang harusnya 10 orang dan 3 photografer tanpa videographer yang tidak bisa ikut gabung karena adanya tugas di luar kota. Kelompok saya mulai dari Pak Ketua yang sudah sering ikut program Kelas Inspirasi, Alfa Irawan, bekerja sebagai IT, Nurul sebagai accounting manager, Eva sebagai wiraswasta, Teguh sebagai arsitek, Anggie sebagai Dokter, Rita yang bekerja di Keminfo wilayah Depok dan saya sendiri sebagi sekertaris. 7 hari sebelum hari H, hal yang pertama dilakuin survey sekolah dan izin kepada kepala sekolah. Buat printilan-printilan warna-warni seperti pohon cita-cita, tulisan-tulisan profesi dan satu hal yang paling susah menurut saya itu latihan flashmob, secara saya agak susah kalau untuk menari.

The Day!!!!

Tanggal 20 Oktober memang harus dicatat dalam sejarah kehidupan saya. Ada semangat tersendiri waktu ngeliat anak-anak SD itu upacara, jadi guru sehari mereka. Selesai upacara kami memperkenalkan diri ke para murid. Mereka antusias banget melihat kedatangan kita. Setelah itu kita flash mob deh sebelum masuk kelas.

Jam pertama!!

Kebagian ngajar kelas 1 sempet bingung mau ngomong apa setelah perkenalan. Akhirnya saya tunjukkan foto-foto sekertaris itu gimana, cara berpakaian, meja kerja, rak filing, menjelaskan sambil memberikan tebak-tebakan tentang apa yang harus dikerjakan oleh sekertaris. Kelas agak riuh, untuk menarik perhatian mereka agar diam kembali saya bermain “Gajah,Semut,ulat,ular”. Secara otomatis perhatian mereka kembali teralih kepada saya. Namanya juga anak kelas satu, pasti ada saja yang nangis karena berantem. Mendiamkan yang satu, yang satunya lagi nangis. Setelah saling berbaikan saya memberikan mereka post it untuk mereka tulis nama dan cita-cita mereka. Lalu ditempelkan di pohon cita-cita yang kami buat dari kertas asturo. Cita-cita kelas satu masih standar: jadi guru, dokter, dan polisi.

Selanjutnya dapet kelas 6. Anteng-anteng bangeeetttttt. Penjelasannya sama seperti kelas satu. Cuma saya membawa perlengkapan meja, seperti tempat pensil, pembolong kertas, tempat notes, telepon mainan. Saya meminta mereka menata meja kerja dan mempraktekan cara mengangkat telepon dengan baik. Bagi yang berhasil saya kasih pin berbentuk bintang. Kelas 6 sudah ngerti sama yang namanya media sosial. Ada aja yang diminta entah Facebook, Line, dan sebagainya. Waktu diminta menulis cita-cita mulai beragam dan spesifik seperti dokter hewan, pramugari, artis, penyanyi, dan lain-lain.

Dan berlanjut ke kelas-kelas berikutnya dengan tema yang sama. Bang! Saya mulai dengan permainan atau menyanyi lagu-lagu anak yang bukan masa kini. Tapi saya salut mereka masih hapal lagu bintang kecil ataupun lagu pelangi-pelangi. Hal lucu saat saya membawa puzzle dengan tema gambar sekertaris kartun lucu. Mereka antusias banget setelah mereka selesai mereka minta tanda tangan saya udah kaya artis aja. Terus katanya mau dipajang di kamar dan di kelas.

Last!

Sebelum jam pelajaran selesai, anak-anak berkumpul dilapangan untuk cap tangan di kain putih dan menerbangkan balon bersama-sama. Saya terharu ketika ada murid kelas 6, Addina namanya, tiba-tiba memeluk saya sebelum dia pulang.

Dari ikut kegiatan semacam ini, rasanya jadi kangen masa-masa SD dulu. Akrab dengan guru-guru, kadang tiap minggu main bersama temen sekelas ke rumahnya. Dan sekarang jadi pengen silaturahmi  lagi. Menjadi guru itu tidak mudah, rasanya pingin nangis kalau denger lagu “Guruku Tersayang Guruku Tercinta”. Kita menjadi seperti ini sebagian adalah jasanya, guru layaknya orang tua kedua yang selalu sabar menghadapi kita.

Buat murid-murid yang enggak mau manggil saya ibu tapi maunya kakak atau miss. Kalian punya jalan yang masih panjang untuk raih cita-cita kalian.

***

 

Woro Widyaningrum
Penulis adalah Krucil Buki

Leave a comment